July 31, 2020

Tindakan Pencegahan Serangan Hama Pascapanen

Beberapa hal yang bisa dilakukan sebagai tindakan pencegahan serangan hama pascapanen diantaranya adalah memperhatikan kondisi awal komoditas, kondisi penyimpanan, cara penyimpanan, sanitasi, penggunaan abu (inner dust), kemasan dan melakukan pengamatan (monitoring).

Kondisi Awal Komoditas

Kondisi awal komoditas sebelum disimpan sangat ditentukan oleh tahapan pascapanen karena menentukan kualitas komditas yang akan disimpan. Komoditas yang akan masuk di gudang penyimpanan harus memenuhi standar mutu yang telah ditetapkan. Komoditas akan disimpan sebaiknya dalam keadaan bersih dan sehat, tidak terkontaminasi dengan hama pascapanen terutama yang dapat menyerang pada waktu masih di pertanaman, seperti belalang.

Komoditas yang sudah terserang di lapangan, apalagi terserang berat dan disimpan kemudian dilakukan fumigasi. Kemungkinan besar hal itu tidak akan menghilangkan sama sekali hama yang sudah ada, sehingga tidak memenuhi persyaratan untuk perdagangan internasional karena mensyaratkan tidak boleh ada serangga hidup. Faktor kadar air awal sebelum disimpan juga sangat berperan terhadap kualitas komoditas yang akan disimpan. Biji-bijian yang akan disimpan sebaiknya pada kadar air awal seimbang yang memang diperuntukkan untuk penyimpanan, misalnya kadar air untuk biji-bijian tidak melebihi 12%. Kadar air standar untuk penyimpanan berbeda untuk setiap komoditas. Untuk memastikan bahwa kondisi awal dari komoditas sesuai standar mutu yang telah ditetapkan, perlu dilakukan pemeriksaan pada komoditas yang akan masuk.

Penyimpanan

Penyimpanan merupakan salah satu unsur kegiatan pascapanen yang perlu mendapat perhatian karena kehilangan hasil terbesar terjadi di penyimpanan. Tidak hanya karena penanganan/pengelolaan yang tidak benar, tetapi juga karena lamanya waktu penyimpanan sehingga memudahkan berkembangnya hama. Perkembangan hama pascapanen sangat dipengaruhi oleh kondisi penyimpanan, keadaan komoditas yang disimpan dan keadaan lingkungan fisik. Banyak komoditas yang disimpan dan bercampur dengan komoditas lainnya sangat menguntungkan kehidupan hama pascapanen karena penyimpanan merupakan tempat penimbunan yang berfungsi secara terus menerus atau hanya kosong dalam waktu singkat. Hama pascapanen dapat beradaptasi dengan baik untuk dapat berkembang pada sisa komoditas, selama transportasi dan fasilitas pengolahan. Adaptasi tersebut termasuk kemampuan untuk dapat berkembang pada berbagai komoditas atau kemampuan untuk mencari makan, bereproduksi dan meletakkan telur. Semua faktor-faktor ini merupakan hal yang sangat penting terutama dalam pengelolaan hama pascapanen.

Faktor-faktor yang berperan di penyimpanan adalah keadaan fisik gudang (rancangan dan struktur bangunan gudang), sanitasi gedung, penataan komoditas dan pengaturan keluar masuknya komoditas.

Kondisi fisik gudang penyimpanan sangat penting dalam pengelolaan hama pascpanen. Gudang bebas dari banjir, mempunyai struktur bangunan yang kokoh, tidak bocor, bangunan lantai atau dinding tidak retak, ada sirkulasi udara atau ventilasi. Ventilasi harus diberi kawat agar hama intruder tidak mudah masuk.

Sanitasi merupakan tindakan yang sangat penting dalam pengelolaan hama pascapanen secara terpadu. Sebesar 80% keberhasilan pengendalian hamapascapanen secara terpadu dapat dilakukan dengan tindakan sanitasi, membersihkan lantai, dinding dan tempat penyimpanan dari sampah, debu dan biji-bijian yang tercecer. Sanitasi gudang sangat penting untuk diperhatikan terutama sebelum komoditas disimpan. Sanitasi tidak hanya terbatas di dalam gudang peyimpanan tetapi juga di sekitar gudang atau di luar gudang. Ceceran bahan simpanan di lantai harus dibersihkan sebelum dilakukan penyimpanan karena ceceran merupakan sumber investasi hama pascapanen.

Ceceran atau kotoran yang terkumpul dibuang atau dibakar untuk menghilangkan sumber investasi. Celah-celah atau retakan pada lantai, dinding harus ditutup karena dapat digunakan sebagai tempat persembunyian hama. Sanitasi sebaiknya dilakukan secara teratur setelah komoditas berada di penyimpanan. Sanitasi tidak hanya dilakukan pada gudang, tetapi juga semua peralatan penyimpanan seperti karung, peralatan prosesing / pengolahan ataupul alas (flonder) tempat penyimpanan. Sementara sanitasi di luar gudang penyimpanan, termasuk rumput-rumput yang biasanya terdapat di sekitar gudang sebaiknya dibersihkan.

Cara penyimpanan atau penataan komoditas sebaiknya diperhatikan untuk memudahkan pengamatan dan sanitasi. Komoditas yang lama dan baru sebaiknya diatur pendistribusiannya, yaitu engan sistem FIFO (First in First out). Komoditas dapat disusun berdasarkan kunci lima, bata mati atau kunci tiga belas.

Packing (Kemasan)

Penggunaan kemasan merupakan penghalang fisik untuk mencegah investasi hama pascapanen. Beberapa hama pascpanen mempunyai kemampuan untuk penetrasi ke dalam kemasan, seperti P. intercupunctella, C. cautella, C. cephalonica, T. granarium, L. serricorne dan C. cephalonica. Rhyzopertaha domicia juga dapat mempenetrasi ke dalam kemasan, tetapi jarang ditemukan.

Bahan kemasan dapat berbeda daya tahannya terhadap serangan hama pascpanen. Kemasan yang termudah sampai yang tersulit dipenetrasikan oleh hama pacapanen secara berturut-turut, yaitu cellophane, polythylene, kertas polyvinylchloride, alumunium foil, polyester, polypropylene dan polycarbonate.

Material kemasan yang licin dapat mempengaruhi hama pascapanen untuk bergerak dari satu kemasan ke kemasan lainnya. Kemasan yang terbuat dari ethylene tetrafluoroethylene (ETFE), polyester, alumunium foil, cellophane, fluorinated, ethylenepropylene (FEP), kaca, Polyvinylchloride (PVC) da polypropylene (PP) adalah kemasan yang sulit dinaiki dan dilalui oleh serangga dewasa hama pascapanen.

Penggunaan Debu (Inner Dust)

Penggunaan inner dust merupakan salah satu tindakan preventif. Ada 4 tipe penggunaan debu yaitu tanah dan pasir, tanah diatomaceos, bubuk silika dan tepung byang bukan silika. Mode of action dari inner dust adalah serangga mengalami desikasi atau pelukaan karena rusaknya kutikula serangga akibat bergesekkan dengan inner dust, sehingga terjadi dehidrasi karena penguapan air tubuh serangga. Serangga dapat menjadi mati karena 60% kehilangan air dari tubuhnya. Penggunaan inner dust banyak digunakan sebagai perlakuan benih yaitu dengan mencampur biji-bijian.

Hasil penelitian membuktikan bahwa kacang-kacangan yang disimpan dengan abu campur biji-bijian tidak disenangi oleh C. maculatus untuk meletakkan telur. Selain itu penggunaan abu sebanyak 1 gr sampai 4 gr per 15 gram kacang hijau dapat menyebabkan kematian C. maculatus sebanyak 100%. Sementara jumlah telur yang diletakkan sangat sedikit pada perlakuan 2 gram, sedangkan perlakuan 4 gram per 15 gr biji kacang hijau tidak ada telur yang diletakkan permukaan biji. Perlakuan abu tidak mempengaruhi presentase daya kecambah. Penggunaan inner dust lebih banyak digunakan pada tingkatan petani dan jarang pada produk yang dikomersilkan.

Posted by: gucciwidya at 08:45 AM | Comments (2) | Add Comment
Post contains 896 words, total size 8 kb.

<< Page 1 of 1 >>
16kb generated in CPU 0.032, elapsed 0.1143 seconds.
32 queries taking 0.0849 seconds, 45 records returned.
Powered by Minx 1.1.6c-pink.